Salah satu tanda kebesaran Allah adalah peristiwa diturunkannya Adam ke dunia. Dalam Al-Quran, Kisah Adam dan Hawa dalam Alquran tersebar dalam enam surat, Qs. Al-Baqarah: ayat 30-38, Qs. Al-A’raaf: ayat 11-25, Qs. Al-Hijr: ayat 28-44, Qs. Al-Israa’: ayat 61-65, Qs. Thaahaa: ayat 115-123, dan Qs. Shaad: ayat 71-85.
Tujuan penyebaran kisah Adam dan Hawa ini (tidak dalam satu surat utuh) adalah ajakan bagi muslim untuk membaca kisah-kisah tersebut secara lebih terperinci dan menyeluruh. Misalnya, kisah peniupan Ruh Allah ke dalam Adam pada Qs. 15: 29 adalah penjelasan penting tentang alasan sesungguhnya mengapa malaikat diminta Allah untuk bersujud pada Adam.
Kisah Adam dan Hawa dimulai dari penciptaan Adam oleh Allah. Penciptaan ini dikritik oleh malaikat dengan berkata, “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?” (Qs. 2: 30).
Sejak awal, Adam sudah diciptakan sebagai sosok ambigu. Bahkan, malaikat yang tercipta dari cahaya meragukan kedudukan Adam. Bagaimana mungkin Adam yang tercitra hanya tercipta dari tanah, bisa mengalahkan mereka?
Malaikat dan Iblis saat itu lupa bahwa Allah telah meniupkan ruh-Nya kepada Adam, seperti yang difirmankan Allah dalam Qs. 15 :29, “Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud”.
Untuk menyadarkan malaikat tentang kedudukan khusus Adam, Allah meminta malaikat menyebut nama-nama benda dengan perintah tegas, “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar mahkluk (entitas) yang benar!” (Qs. 2: 31).
Malaikat tentu saja tidak mengetahui nama-nama benda tersebut. Mereka berkata, “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (Qs. 2: 32).
Setelah Allah menunjukkan ketidakmampuan malaikat, giliran Adam tampil. Tanpa perlu berkata melecehkan seperti yang dilakukan malaikat kepadanya (meragukan Adam menjadi khalifah bumi), Adam menyebutkan nama-nama benda yang tidak diketahui malaikat. Di sinilah para malaikat tertunduk malu mengakui kesalahan mereka meremehkan Adam.
Melihat hal tersebut, Allah berfirman, “Bukankah sudah Kukatakan kepadamu bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?” (Qs. 2 :33).
Mengetahui bahwa Adam memang memiliki kualitas yang lebih tinggi, malaikat tidak bisa berbuat apa-apa. Oleh karena itu, ketika datang perintah Allah agar mereka bersujud kepada Adam (asjudu li adam), hampir semua malaikat bersujud, kecuali iblis seperti yang dicantumkan dalam Qs. 2: 34, “maka sujudlah mereka kecuali Iblis. ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan kafir.”.
Beberapa tafsir menyebutkan bahwa iblis adalah malaikat yang bernama Azazil. Ketakaburan Azazil yang tidak mau bersujud kepada Adam inilah yang membuatnya terlempar dari kualitas para malaikat yang selalu patuh kepada Allah. Dengan pembangkangan ini, Azazil diganti namanya sebagai Iblis, makhluk yang merasa bisa berdiri sendiri terlepas dari kepatuhan terhadap perintah Allah.
Apa hikmah yang didapat dari kisah ini? Manusia yang sok tahu dan mudah membenci artinya memiliki iblis di hatinya. Hal inilah yang perlu diwaspadai karena jika hati sudah menjadi iblis, tidak akan ada hal baik di dunia ini yang akan dianggap baik. Semuanya akan terlihat salah. Betapa Al-Quran menggunakan tamsilan iblis ini untuk menggambarkan kelemahan utama manusia.